Seperti yang telah kita ketahui, Indonesia adalah negara yang memiliki
banyak sekali sumber daya alam. Mulai dari SDA yang dapat diperbaharui, hingga
SDA yang tidak dapat diperbaharui. Semua itu semestinya sudah dapat mencukupi 3
kebutuhan dasar masyarakat Indonesia,yakni
sandang,pangan,dan papan. Namun, hingga kini kita masih mendengar banyak warga
didaerah lain (terutama daerah terpencil dan perbatasan) yang menjerit dalam
mencukupi kebutuhan dasar mereka. Jangankan papan, mereka masih harus memutar
otak untuk mencukupi kebutuhan sandang yang
notabene adalah kebutuhan paling dasar manusia.
notabene adalah kebutuhan paling dasar manusia.
Mungkin pernah terbesit dipikiran kita,mengapa hal yang
memprihantinkan tadi masih terjadi ditanah Indonesia yang katanya ”serpihan
surga yang berada dibumi”.Sebenarnya banyak faktor yang menyebabkan hal
tersebut terjadi. Namun, penyebab
yang paling mencolok adalah banyaknya korupsi, kata yang sudah tidak asing lagi
ditelinga kita. Hampir setiap hari, kita sering mendengar kata tersebut dari televisi.
Sampai-sampai kita bosan mendengar kata yang terdengar kotor nan menjijikan itu.
Dari sektor ekonomi, hingga sektor keagamaan sekalipun, semuanya tidak luput
dari terkaman kasus tersebut. Bagaikan tanaman makan pagar, penjabat yang
seharusnya menjadi pelayan dan mengayomi masyarakat, mereka justru menindas
seluruh rakyat Indonesia secara tidak langsung. Tanpa rasa malu dan bersalah,
mereka tega mencukur uang rakyat. Secara langsung, perbuatan ini berimbas buruk
pada sektor lain.
Banyak kasus-kasus
korupsi yang telah diungkap oleh KPK. Seperti kasus pengadaan al quran, kasus
korupsi di bank century, kasus proyek hambalang, dan masih banyak lagi. Banyaknya
kasus-kasus ini memenunjukkan moral yang buruk. Pejabat seharusnya dituntut
bisa menjadi teladan bagi rakyatnya. Bagaimana mungkin rakyat bisa percaya
kepada pemerintah,bila berita di televisi setiap hari menayangkan berita-berita
korupsi dari pemerintahan, dan bagaimana mungkin rakyat senang membayar pajak
kalau akhirnya hanya digunakan untuk menggemukkan badan pejabat.
Masalah seperti
ini seharusnya bisa di atasi. Bila kita berkaca kepada negara lain, hukuman
yang diberikan kepada koruptor sangatlah berat bila dibandingkan dengan di
negeri kita.Salah satunya di Cina, para pejabat yang ketahuan melakukan korupsi
akan di hukum mati. Sempat pernah ada wacana untuk melakukan hukuman yang sama
tadi di Indonesia. Namun, wacana itu ditolak mentah-mentah oleh DPR dengan
alasan kemanusiaan.
Agar dapat menekan
angka korupsi yang semakin banyak, maka hukum di negeri kita harus dipertegas..
Salah satunya adalah pemberian hukuman yang lebih berat kepada koruptor.
Seperti hukuman penjara di atas 15 tahun dan memiskinkan koruptor tersebut. Baru
dua koruptor yang telah terkena hukuman tersebut. Menurut saya, salah satu penyebab
makin banyaknya kasus korupsi adalah hukuman yang diberikan terlalu ringan
(sekitar 2-4 tahun kurungan penjara). Itupun belum dikurangi dengan grasi dan
semacamnya. Sehingga perlu diberikan hukuman yang lebih berat lagi agar para
calon koruptor berpikir dua kali untuk melakukan tindakan keji tersebut.
Selain cara tadi, masih
ada cara yang lebih manusiawi dan cocok untuk karakter bangsa ini. Mungkin
banyak orang yang bertanya, mengapa para pejabat yang telah mendapat gaji
berlimpah, serta tunjangan-tunjangan lainnnya masih saja melakukan korupsi. Hal
ini karena sifat manusia itu sendiri, yakni merasa tidak pernah puas dengan apa
yang dimilikinya. Bila manusia telah mendapat satu gunung emas, maka ia akan
meminta dua gunung emas lagi. Solusinya bukanlah kepada para pejabat-pejabat
tadi, melainkan kepada “bibit” pejabat tadi, yakni para generasi muda.
Penanaman karakter bangsa melalui pendidikan adalah jawabannya. Kita patut
mengapresiasi mendikbud dalam menjalankan program pendidikan berkarakter nya dalam kurikulum sekolah saat ini. Dengan
menerapkan program tersebut,diharapkan para siswa menjadi pribadi yang bersih dan bertanggung jawab.
Namun dalam
implementasinya, program ini masih kurang efektif. Sebab tenaga pengajar saat
ini belum sepenuhnya menerapkan program pendidikan berkarakter. Sehingga, perlu
adanya pembinaan terhadap tenaga pengajar untuk menerapkan program tersebut
saat jam sekolah berlangsung.
No comments:
Post a Comment