Ketika beranjak ke jenjang perguruan tinggi,
Alhamdulillah Aku diterima di salah satu kampus di daerah Malang. Saat calon
mahasiswa lainnya sibuk mencari informasi mengenai bagaimana kampus nya, apa
saja mata kuliahnya, mencari teman seangkatan, dan lain sebagainya, Aku mencari
hal-hal seperti ini :
Mungkin
terlihat konyol, tapi begitulah kenyataannya. “Aku harus berubah” batinku dalam
hati. Aku berharap dengan adanya perubahan tadi, mungkin kekosongan dihatinya
akan terisi. Jadi Aku mencoba untuk memberanikan diri memulai suatu percakapan,
menegur sapa, menjadi pribadi yang menyenangkan, murah senyum, dan lain
sebagainya. Alhamdulillah, di dalam 21 tahun umur Aku, masa ini aku mendapatkan
teman dan kenalan yang sangat lebih banyak bila dibanding masa sebelumnya.
Rasanya seperti menang melawan hidden boss, mendapat EXP bertumpuk-tumpuk, dan
level up secara drastis. Rasanya masa lalu itu hanyalah mimpi buruk saja. Aku
merasa sangat hidup dan bersyukur bisa berkuliah di tempat ini (walaupun UKT masih
sangat memberatkan bagiku sebenarnya).
Di
masa ini aku juga mendapat banyak teman yang memiliki hobi yang sama, dan
memiliki hobi baru, menggambar, berkat seorang teman dekat di kampus. Ketika
menginjak semester 3, aku bertemu dengan seorang teman, bernama Fulan. Kami
memiliki hobi yang sama, dan sering bercerita dan berbagi banyak hal. Bahkan
dia mengajakku menginap di kontrakannya (hingga tulisan ini dibuat, Aku belum
pernah menginap di tempat teman lainnya, terkadang masih ada rasa sungkan untuk
meminta menginap. Biasanya Aku akan menunggu terlebih dahulu untuk diajak melakukan
suatu hal). Rasanya sangat menyenangkan sekali. Seringkali Fulan juga sering
berkunjung ke kosku. Setiap hari kami melAkukan chatting, bercanda, berbagi
banyak hal lainnya. Ketika aku suka terhadap suatu hal, Aku akan berbagi hal
dengannya. Fulan pernah berkata bahwa aku adalah satu-satunya teman paling
dekat dahulu. Rasanya sangat senang sekali, karena bisa menjadi salah satu
orang penting dalam hidup orang lain. Kekosongan hati yang selama ini seakan
tertutupi.
Aku
juga memiliki teman dekat lainnya, sebutlah Fulana. Aku tahu bahwa Aku, Fulan
dan Fulana memiliki hobi yang sama. Jadi Aku sering menceritakan bahwa Aku
memiliki teman yang sangat baik bernama Fulana kepada Fulan. Hingga akhirnya aku
memperkenalkan Fulana kepada Fulan secara langsung. Awalnya mereka terlihat
canggung, jadi aku berinisiatif mengajak Fulan untuk masuk ke organisasi yang
sama dengan Fulana (aku memang sudah punya niat dari awal untuk masuk ke
organisasi tersebut), agar kami bertiga bisa menghabiskan waktu bersama lebih
banyak. Fulan pun mengiyakan ajakan Aku. Kami pun akhirnya masuk ke organisasi
tersebut. Alhamdulillah benar, Fulan dan Fulana menjadi lebih dekat. Aku senang
dengan hal itu. Untuk lebih mendekatkan mereka lagi, Aku berinisiatif untuk
membuat sebuah kelompok kecil yang memiliki hobi yang sama. Dalam kelompok
tersebut, mereka pun menjadi lebih dekat. “Alhamdulillah”, batinku berucap.
Namun ada hal yang mulai berubah.
Fulan
mulai jarang melakukan chatting. Biasanya, padahal kami dahulu sering melakukan
kontak hampir setiap hari. Pernah suatu ketika Fulan tidak membalas chat Aku
selama beberapa hari, bahkan tidak diread sama sekali. ketika kami bertemu, Aku
menanyakan ada masalah apa?. “itu mengganggu”, jawab Fulan. Aku hanya sekedar
membagikan hal=hal yang biasa kami bagi. Aku pun kehilangan kata-kata. Mungkin Anxiety
Aku mulai muncul. Mungkin Aku yang terlalu sering ingin tetap berkontak, jadi Aku
memutuskan untuk mengurangi kontak, dan cenderung menunggu Fulan untuk melAkukan
kontak terlebih dahulu, agar tidak menjadi pengganggunya lagi. Ketika Fulan
mulai melakukan chatting, Aku sangat senang sekali.
Fulan
sangat bersahabat sekali dengan Fulana, begitu pula sebaliknya. Hal ini berbeda
bila dibandingkan padaku. Pada saat bertemu, Fulan cenderung menunjukkan
kebosanan pada Aku, berbeda sekali pada saat awal kita berteman. Mungkin Fulana
memiliki pengetahuan dan kemampuan yang lebih dari pada Aku. Ada rasa
ketidakadilan disitu, anxietyku semakin membesar. Ketakutan dan kekhawatiran
bila aku akan tergantikan dan terlupakan.
Puncaknya
adalah ketika organisasi kami pulang dari rangkaian acara kegiatan diklat. Kami
pulang dengan mobil angkut. Fulana telah lebih dahulu ada di dalam mobil yang
penuh. Ada mobil lain di depan Aku dan Fulan yang masih ada tempat banyak. Fulan
mengatakan pada Aku untuk naik mobil tersebut terlebih dahulu. Aku pun masuk.
Ketika ingin memanggil Fulan untuk masuk juga, Fulan tiba-tiba berlari mengejar
mobil Fulana yang sudah penuh tersebut, tanpa satu katapun. Padahal mobil yang
ditumpangi Aku masih ada banyak tempat yang kosong. Aku shock seketika, rasa
kecewa dan bingung membanjiri pikiran ini. Ada rasa sesak di dada, rasanya
hampir ingin menangis. Namun ku tahan karena ada anggota organisasi lainnya.
Sepanjang perjalanan, Aku tertunduk dan merenung. “salah apa Aku, apa
kekuranganku, apa Aku sudah tidak berguna lagi, kok jadi gini”, dan
pertanyaan-pertanyaan lainnya. Rasanya hati menjadi kosong kembali, bahkan lebih
parah dari pada sebelumnya. Aku yang sebelumnya tidak pernah punya teman
sedekat ini merasa bingung harus bagaimana.
Sejak
saat itu aku menjadi lebih murung. Aku memakai topeng agar perasaan itu tidak
terlalu terlihat terhadap orang lain. Aku tahu bahwa mood akan menular kepada
yang lain. Tapi Aku masih belum bisa menahan perasaan kala itu. Jadi terkadang
ketika rasa ketidakadilan itu muncul, anxiety ku kambuh kembali. Rasa sesak
dada, keringat bercucuran, kecewa, bingung, sedih, dan lain sebagainya
bercampur. Fulana berusaha membantu Aku dengan memberikan rujukan-rujukan
bacaan. Aku mempelajari rujukan-rujukan tersebut. Alhamdulillah anxietyku
berkurang. Namun ketika ada pemicu tersebut, terkadang anxiety tersebut kambuh
kembali. Sungguh, anxiety itu sangat sangat amat tidak menyenangkan. Pernah
beberapa malam Aku tidak bisa tidur karena masalah anxiety ini.
Terkadang
aku juga menanyakan apakah ada hal yang sedang dibicarakan dengan Fulana atau
Fulan? Aku bukan bermasud untuk kepo dan lain sebagainya, mungkin ada topik
yang Aku juga tahu, sehingga Aku juga dapat ikut dalam kesenangan mereka. Entah
mengapa ketika kami bertiga bertemu, Aku merasa tidak tahu apa-apa tentang apa
yang mereka bicarakan. Perasaan ini sangatlah tidak menyenangkan, Aku
seakan-akan merasa orang yang paling tertinggal di kelompok ini, Aku tidak
ingin merasakan hal itu lagi, jadi Aku menanyakan apa hal yang mereka
bicarakan. Tetapi mungkin mereka menangkap maksud yang berbeda, mungkin Aku
dilihat sebagai orang yang terlalu kepo dengan orang lain.
No comments:
Post a Comment